PERHELATAN muktamar Persatuan Umat Islam (PUI)
ke-13 yang akan dihelat di Palembang-Sumatera Selatan adalah bukti
progresifitas salah satu organisasi berbasis massa Islam tertua terus berjalan.
Bahwa basis kader PUI sedang menancapkan pondasinya di bumi Sriwijaya. Tentunya
itu adalah catatan sejarah yang sedang dilukis kembali oleh PUI sebagai
organisasi kader militan. Kader-kader terbaik tengah berpendar dan menyebar
sebagai agen perubahan ummat dan bangsa.
Dalam konteks itu, sebagai Ketua
Umum PUI saya perlu memberikan
respon serta catatan terhadap penyelenggaraan Muktamar ke-13 kali ini.
Seputar Muktamar ke-13
Tema muktamar kali
ini adalah “Menuju
Indonesia Unggul,
Mandiri dan Bermartabat”.
Tema ini tentunya sebuah tema besar dimana konsolidasi PUI dimatangkan,
baik yang bersifat
internal (baca: konsolidasi
ke dalam) maupun penguatan gagasan PUI dalam mewujudkan Indonesia yang unggul, mandiri dan bermartabat di depan.
Diantara yang menjadi
prioritas ke
depan adalah menyiapkan
sumber daya manusia (SDM) muslim yang unggul. Al-Qur’an
sendiri menegaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik. Nama lain untuk umat
terbaik adalah manusia unggul, yang bermakna memiliki kelebihan dari umat yang
lain. Ciri umat terbaik (baca: unggul) adalah berperan aktif dalam beramar
ma’ruf sekaligus dalam menegasikan kemungkaran. Pada saat bersamaan juga
memiliki sikap teguh dan sungguh dalam memperkuat penghambaan kepada Allah
semata.
Muktamar kali ini sendiri
bertempat di Palembang.
Ini tentu merupakan Muktamar
yang sangat menyejarah dalam
perjalanan PUI. Menyejarah, sebab selama hampir seabad berjalan, PUI selalu
mengadakan serupa di pulau Jawa, terutama di Jawa Barat. Bagaimanpun, perlu
disadari bahwa Jawa Barat merupakan tempat dimana PUI dilahirkan sekaligus
propinsi terbesar yang menjadi salah satu basis massa PUI.
Sebetulnya penyebaran
PUI secara personal, termasuk para
dai, para alumni
PUI dari berbagai madrasah
atau sekolah berbasis PUI
sudah berlangsung sejak lama ke
seluruh penjuru
Indonesia. SalahTapi
memang satu tantangannya adalah belum terkonsolidasikan secara masif.
Untuk itu untuk agenda
Muktamar kali ini merupakan upaya PUI untuk mengkonsolidasikan
dirinya, baik yang berada di Palembang maupun yang berada di seluruh
penjuru negeri bermayoritas muslim ini. Ini merupakan upaya serius dan masif
PUI untuk “membesarkan”
dirinya, sekaligus untuk memperluas daya manfaatnya bagi publik-bangsa juga
negara.
Sebagai inspirasi dan motivasi, tak sedikit kader PUI yang sudah memberikan
peran terbaik dalam mengembangkan PUI di Palembang, seperti saudara Yuswar (Ketua Dewan Pimpinan Wilayah
Sumatera Selatan) dan saudara Fikriyanto. Mereka merupakan aktivis KAMMI yang sudah
berpetualang di Jawa Barat. Sebagai kader yang berpijak pada sistem organisasi
yang stabil dan sistem organisasi yang modern, maka harapannya mereka yang
memiliki pengalaman serupa ketika kelak kembali ke daerah, mereka bisa
“melebarkan” saya PUI sekaligus mampu mengkonsolidasikan seluruh kekuatannya.
Agenda ke Depan
Dalam konteks yang lebih strategis, pekerjaan besar PUI dalam jangka waktu
5 tahun ke depan adalah menyiapkan manusia-manusia unggul yaitu manusia yang
mampu memahami PUI sekaligus menjalankan agenda strategis dakwah serta
perjuangannya ke seluruh pelosok nusantara.
Untuk saat mesti diakui bahwa PUI
masih fokus menguatkan
konsep ideologi sekaligus mengaktualisasikannya
agar mampu dipahami (baca: membumi) oleh masyarakat bangsa. Itulah yang
dalam konsepsi ideologi PUI tercantum dalam Intisab dan Isahus Tsamaniyah. Sebab inti keberadaan PUI adalah bagaimana PUI mampu
menginternalisasi ideologi tersebut, lalu mengimplementasikannya dalam kehidupan berjamaah (baca:
organisasi) dan
bermasyarakat serta bernegara.
Lebih khusus, pada
periode lima tahun ke belakang hingga 2014 ini, rumusan-rumusan
ideologi PUI sudah mulai terumuskan
dengan baik. Hal ini dapat dipahami, misalnya, hadir atau
diterbitkannya berbagai buku yang
menjelaskan ideologi
dan khittoh perjuangan PUI. Contohnya, buku
Risalah Intisab, Syarah
Intisab, Panduan
Islahus Tsamaniyah, dan Panduan
Kaderisasi PUI. Buku-buku inilah yang
mesti dimiliki, dibaca dan diinternalisasi dalam jiwa seluruh kader dan
struktur PUI.
Secara simultan PUI akan terus melakukan aktualisasi
doktrinnya yang
lebih implementatif, sebab
zaman selalu menuntut agar PUI dinamis dalam berhadapan dengan berbagai
tantangan dakwah atau perjuangannya.
Ke depan tentu saja PUI tetap memiliki stok pekerjaan yang mesti ditunaikan
dengan segera. Di sini PUI perlu “dipaksa” untuk terus melakukan proses ijtihad
oragnisasinya termasuk dalam merumuskan
langkah-langkah amaliah PUI, baik dari segi
pemikiran maupuan pengamalan kader juga strukturnya. Sederhananya, PUI akan terus berpacu dalam memperkuat
basis kaderisasi sebagai sarana internaslisasi berbagai pemikiran dakwahnya
melalui sekolah, perguruan tinggi serta proses kaderisasi khas PUI.
Kalau ditelisik, maka dari tahun ke tahun kita akan menemukan bagaimana PUI
melakukan pematangan organisasinya. Hal ini bisa dipahami dari Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang mengalami perubahan bahkan
penyempurnaan yang cukup baik. Sekadar contoh, kini PUI memiliki sistem modern
tersendiri dalam mementukan pemimpinnya, seperti melalui Majlis Syuro (Ahlul Halli wal ‘Aqdi) atau
keterwakilan. Dalam Islam, ahlu halli wal a’qdi merupakan salah satu terobosan
pembaharuan dalam menghadirkan kepemimpinan.
Dalam konteks PUI juga begitu, sebagai ormas Islam PUI menghadirkan dirinya
sebagai aplikator prinsip dan nilai-nilai Islam, tak terkecuali dalam memilih
pemimpinnya. Semoga dengan ketegasan sikap semacam ini membuat kader PUI bahkan
umat Islam Indonesia semakin yakin bahwa Islam sangat mungkin dan mudah
dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di negeri
dengan latar manusia yang heterogen ini.
Tengoklah Sejarah, Buatlah Sejarah
Baru
Lebih jauh, pada sudut yang lain, selain menginternalisasi Islam PUI juga
mampu mengeksternalisasikan Islam dalam wadah negara bernama Indonesia. Itulah
yang saya sebut dengan PUI untuk Indonesia.
Pada dasarnya PUI
sebagai organisai dakwah yang bergulat pada bidang pendidikan dan sosial sejak awal
sesungguhnya sudah menyiapkan
SDM yang bukan hanya bermanfaat untuk dirinya, tapi juga untuk bangsa dan negara. Sekadar
contoh, tiga pendiri
PUI seperti KH. Abdul
Halim, KH. Ahmad Sanusi, dan Mr. Syamsudin. Ketiganya bukan saja sebagai
pendiri PUI,
tetapi sekaligus pendiri republik ini. Ketiganya
merupakan anggota
BPUPKI, yang kemudian oleh negara (baca: pemerintah) diberi penghargaan sebagai perintis
kemerdekaan.
KH. Abdul Halim mendapat
penghargaan tertinggi sebagai
pahlawan nasional karena sebagai pendiri republik atau anggota BPUPKI. Sedangkan KH. Ahmad Sanusi dan Mr. Syamsudin diakui
oleh sejarah bahwa keduanya turut andil dalam pembentukan bangsa ini menjadi
negara. Kita tentu berharap agar pemerintah memberikan penghargaan pahlawan
juga kepada keduanya. Bukan untuk tujuan “penghargaan” semata, tapi sebagai
upaya kolektivisme kebangsaan dalam menghargai jasa-jasa para pendahulu.
Ya, dalam sejarah kita
dapat memahami bahwa tokoh-tokoh
PUI punya kontribusi besar untuk negeri ini. KH. Abdul Halim adalah pendiri dan anggota Majelis Syuro Muslim
Indonesia (Masyumi). Kemudian, Azis Halim dan KH. Zaenal Abidin
pernah manjadi angota
DPR RI dari PPP.
Tidak itu saja, saya
sendiri masuk DPR RI melalui Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
untuk periode 2009-2014 dan sekarang periode 2014-2019. Kemudian Zaky Siradj anggota DPR RI
(2014-2019) dari Golkar; KH. Anwar Saleh anggota DPR RI dari PBB; Karna Sobahi
Wakil Bupati Majalengka-Jawa Barat dari
PDIP; Ahmad
Heryawan Gubernur Jawa Barat dari PKS dan sebagainya.
Jadi, pada akhirnya proses kaderisasi dalam
tubuh PUI mampu melahirkan
pemimpin publik-negara. Proses kaderisasi PUI yang semakin modern bahkan
telah mentransformasi PUI dari sekadar organisasi yang bisa menghadirkan kader
yang mampu memimpin ormas menjadi organisasi yang menghadirkan kader yang mampu
memimpin negara.
Sungguh, sumber inspirasi perjuangan dakwah yang diemban PUI adalah sang
nabi tercinta Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Dimana bukan saja mampu
memimpin umat Islam tapi juga mampu memimpin umat manusia seluruhnya. Hal itu
sudah pernah dilakoni oleh para pendahulu PUI sebagaimana yang dicatat oleh
tinta sejarah negeri ini. Maka kini, generasi penerus PUI mesti mampu melakukan
kerja-kerja sejarah semacam itu bahkan lebih luar biasa dari itu. Muktamar
ke-13 kali ini adalah ruang sekaligus kesempatan terbaik bagi PUI untuk
mengkonsolidasikan seluruh potensinya demi menghadirkan sejarah baru. Semoga
saja begitu! []
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !