Kebijakan Pemerintah terhadap dunia pendidikan sangat memprihatinkan. Banyak kebijakan berjalan salah arah sehingga menimbulkan dampak buruk terhadap kesejahteraan rakyat. Pendidikan masih mahal, diskriminatif dan tidak pro-rakyat. Komersialisasi dan liberalisasi pendidikan berkembang menjadi hantu menakutkan bagi masyarakat Indonesia. Mereka menjelma sebagai penjajah yang menjadikan pendidikan hanya dapat dinikmati kalangan berduit. Akibatnya pendidikan berjalan diskriminatif sehingga melahirkan ungkapan mengerikan “ Orang miskin dilarang sekolah”
Butir-butir pernyataan tersebut adalah sikap Sikap Pimpinan Pusat PEMUDA Persatuan Umat Islam (PUI), yang diterima redaksi CyberSabili, Senin 2/5/11, lewat surat elektronik. Dalam surat pernyataan yang ditandatangani Iman Budiman S Th I selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Persatuan Umat Islam (PP Pemuda PUI) menambahkan, Kebijakan Pemerintah yang salah arah jelas melanggar konstitusi. UUD 1945 mengamanatkan pemerintah untuk “mencerdaskan anak bangsa”. Tapi bukannya mencerdaskan, kebijakan yang ada semakin membodohi anak Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan Ujian Nasional yang mengunggulkan kognitif tapi meminggirkan afektif dan psikomotorik anak. Komersialisasi pendidikan juga melanggar UUD pasal 31 ayat 1 yang menyatakan “ setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” Faktanya, pemerintah gagal menjalankan amanat konstitusi dan membiarkan pembodohan terus terjadi. Berdasarkan data BKKBN tahun 2009 dimana 11,7 juta anak putus sekolah. ”Jika dibiarkan bukan tidak mungkin, generasi mendatang terus mengalami kebodohan dan Indonesia akan menjadi negara yang tertinggal jauh dari bangsa lainnya,” tegas Iman
Pemuda PUI menilai, Mahalnya biaya pendidikan juga menyingkirkan anak cerdas dari kalangan miskin. Mereka mendapat perlakuan diskriminatif ketika memasuki Rintisan Sekolah Bertarif Internasional (RSBI). Dengan alasan biaya, RSBI menolak mereka. Sungguh miris melihat RSBI dijadikan alat berkuasa kaum kaya untuk meminggirkan hak pendidikan rakyat miskin. Padahal RSBI sendiri masih menyisakan berjuta masalah berupa mahalnya biaya pendidikan RSBI, anggaran negara yang dihambur-hamburkan sekolah dan kompetensi guru RSBI yang masih diragukan.
”Adanya “pemaksaan” bahasa Inggris sendiri melunturkan nasionalisme Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dan persatuan tersingkirkan. Melihat kondisi itu, tentu kita patut mempertanyakan komitmen pemerintah untuk mencerdaskan anak bangsa dan menghapus diskriminasi dalam dunia pendidikan,” ungkap Iman.
Pemuda PUI berpandangan Pemerintah juga masih setengah hati mengupayakan anggaran pendidikan. Dana BOS masih banyak yang diselewengkan akibat sistem dana BOS yang amburadul. Pemerintah memaksakan penerapan dana BOS melalui Pemerintah Daerah tanpa melalui pengawasan yang ketat. Akibatnya banyak dana BOS diselewengkan sekolah dan menguap tanpa kejelasan. Transparansi yang buruk ini, membuat pemerintah semakin menampakkan kelemahan dalam mengelola anggaran pendidikan yang seharusnya diberikan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu PP Pemuda PUI (Pengurus Pusat Pemuda Persatuan Umat Islam) menyatakan sikap, Pertama, Menuntut Pemerintah untuk merevisi kebijakan UU Sisdiknas khususnya pasall mengenai RSBI yang dampaknya menyebabkan rakyat Indonesia mendapatkan perlakuan diskriminatif dan mengakibatkan kemajuan pendidikan berjalan stagnan.
PUI juga Menuntut Pemerintah untuk melaksanakan pendidikan murah dan berkualitas yang dapat memberikan akses kepada semua kalangan (terutama masyarakat miskin).
Sikap Pemuda PUI yang ketiga adalah Meminta pemerintah khususnya Menteri Pendidikan Nasional untuk memberikan transparansi dan menutup rapat peluang korupsi dana BOS.
Karena itu, Pemuda PUI mendesak Pemerintah dalam hal ini Presiden SBY, Menteri Pendidikan Nasional serta pihak-pihak yang terkait untuk menghentikan komersialiasi, kastanisasi dan diskriminasi pendidikan yang membawa kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !