Islamedia - "Apakah usia ukhti telah lebih dari 30 tahun, atau lebih dari 40 tahun?" kata Muhammad Rasyid Al Uwaid membuka dialog 'meredam gelisah hati' dalam buku Ghairu Mutazawwijad Lakin Sa'idah.
Al Uwaid menanyakan kepada akhwat apakah ada diantara mereka yang hatinya gelisah tersebab belum menikah di usia itu, atau bahkan mendekati putus asaitu karena merasa terlambat mendapatkan jodohnya.
"Izinkan aku mengatakan," ia melanjutkan, "tiada keputusasaan meskipun usia semakin dewasa... ada jutaan wanita yang menikah di atas usia 30 tahun, ada ratusan ribu wanita yang menikah setelah usianya lebih dari 40 tahun, bahkan puluhan ribu wanita menikah setelah usianya melewati 50 tahun."
Akan tetapi, apakah ukhti akan menunggu pernikahan dengan kegelisahan? Apakah ukhti menanti jodoh dari Tuhan dengan kesedihan? Lalu apakah kegelisahan dan kesedihan itu mengubah realitas? Tidak ukhti, ia justru membuat kita menderita: fisik terganggu, emosi terkuras dan jiwa terbebani.
Islam mengajarkan bahwa orang yang beriman itu hidup di dua kutub. Kutub kesabaran dan kutub kesyukuran. Dua-duanya indah, dua-duanya mulia, bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai keajaiban. Ketika mendapatkan nikmat, seorang mukmin bersyukur. Sebaliknya, ketika mengalami musibah, seorang mukmin bersabar.
Jika ukhti merasa terlambat menikah, sungguh itu adalah ujian yang jika dihadapi dengan sabar, telah menanti pahala besar. Juga menghapuskan dosa dan meninggikan derajat di sisinya. Dan ingatlah, pada setiap ujian Allah menurunkan hikmah dan "hadiah."
"Siapa yang membiasakan bersabar maka Allah memberikan kesabaran kepadanya. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas melebihi kesabaran" (Muttafaq 'alaih)
Nabi Ibrahim ketika bersabar menghadapi Namrud, ia belum tahu bahwa api yang ia dilemparkan kepadanya berubah menjadi dingin dan tak membakarnya. Ketika Nabi Nuh bersabar atas gangguan kaumnya dan diperintahkan Allah membuat kapal, ia tidak tahu bahwa banjir besar akan datang, persis setelah ia menyelesaikan kapalnya. Ketika Nabi Musa diperintahkan Allah melemparkan tongkat, ia tak tahu bahwa tongkat itu akan berubah menjadi ular besar. Ia juga tak tahu bahwa lautpun terbelah ketika ia diperintah memukulkan tongkat itu. Ukhti juga tidak tahu "kejutan" yang diberikan Allah dibalik kesabaran Anda.
Seorang akhwat, usianya jauh lebih tua dari istri saya. Ia belum juga menikah ketika kami telah dikaruniai putra. Kesabarannya baru berbuah ketika Allah mengirimkan seorang ikhwan shalih dari luar pulau. Kini mereka telah memiliki putra, dan kiprah dakwahnya melejit dalam proyek besar islamisasi di luar Jawa. Wallahu a'lam bish shawab. [Muchlisin/bersamadakwah]
Al Uwaid menanyakan kepada akhwat apakah ada diantara mereka yang hatinya gelisah tersebab belum menikah di usia itu, atau bahkan mendekati putus asaitu karena merasa terlambat mendapatkan jodohnya.
"Izinkan aku mengatakan," ia melanjutkan, "tiada keputusasaan meskipun usia semakin dewasa... ada jutaan wanita yang menikah di atas usia 30 tahun, ada ratusan ribu wanita yang menikah setelah usianya lebih dari 40 tahun, bahkan puluhan ribu wanita menikah setelah usianya melewati 50 tahun."
Akan tetapi, apakah ukhti akan menunggu pernikahan dengan kegelisahan? Apakah ukhti menanti jodoh dari Tuhan dengan kesedihan? Lalu apakah kegelisahan dan kesedihan itu mengubah realitas? Tidak ukhti, ia justru membuat kita menderita: fisik terganggu, emosi terkuras dan jiwa terbebani.
Islam mengajarkan bahwa orang yang beriman itu hidup di dua kutub. Kutub kesabaran dan kutub kesyukuran. Dua-duanya indah, dua-duanya mulia, bahkan Rasulullah menyebutnya sebagai keajaiban. Ketika mendapatkan nikmat, seorang mukmin bersyukur. Sebaliknya, ketika mengalami musibah, seorang mukmin bersabar.
Jika ukhti merasa terlambat menikah, sungguh itu adalah ujian yang jika dihadapi dengan sabar, telah menanti pahala besar. Juga menghapuskan dosa dan meninggikan derajat di sisinya. Dan ingatlah, pada setiap ujian Allah menurunkan hikmah dan "hadiah."
"Siapa yang membiasakan bersabar maka Allah memberikan kesabaran kepadanya. Dan tidaklah seseorang diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih luas melebihi kesabaran" (Muttafaq 'alaih)
Nabi Ibrahim ketika bersabar menghadapi Namrud, ia belum tahu bahwa api yang ia dilemparkan kepadanya berubah menjadi dingin dan tak membakarnya. Ketika Nabi Nuh bersabar atas gangguan kaumnya dan diperintahkan Allah membuat kapal, ia tidak tahu bahwa banjir besar akan datang, persis setelah ia menyelesaikan kapalnya. Ketika Nabi Musa diperintahkan Allah melemparkan tongkat, ia tak tahu bahwa tongkat itu akan berubah menjadi ular besar. Ia juga tak tahu bahwa lautpun terbelah ketika ia diperintah memukulkan tongkat itu. Ukhti juga tidak tahu "kejutan" yang diberikan Allah dibalik kesabaran Anda.
Seorang akhwat, usianya jauh lebih tua dari istri saya. Ia belum juga menikah ketika kami telah dikaruniai putra. Kesabarannya baru berbuah ketika Allah mengirimkan seorang ikhwan shalih dari luar pulau. Kini mereka telah memiliki putra, dan kiprah dakwahnya melejit dalam proyek besar islamisasi di luar Jawa. Wallahu a'lam bish shawab. [Muchlisin/bersamadakwah]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !