Islamedia -Mengendalikan emosi ternyata punya hikmahnya tersendiri. "Laa tagh-dhab!" sabda Rasulullah. "Jangan marah!" beliau mengulanginya sampai tiga kali. Sabda itu terucap ketika Rasulullah SAW didatangi sahabat yang secara khusus meminta nasihat.
Begitu pula yang dialami Hari (bukan nama sebenarnya), seorang desainer grafis dan pengembang software di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Kejadiannya bermula ketika ia berkendara di tengah lalu lintas Jakarta. Mobilnya ditabrak dari belakang oleh mobil lain.
Sudah sering malah mungkin lumrah di Jakarta, jika kejadian motor nyenggol gerobak, motor nyenggol mobil, motor nyenggol motor, bus nyenggol motor, atau sebaliknya, maka bisa jadi bibit adu mulut dan perkelahian. Kata-kata kotor dan sumpah serapah seolah siap di ujung lidah. Udara kota yang panas, kemacetan yang menggila, hingga kesibukan yang harus dikejar, ditambah lagi ego yang tinggi, bisa menyulap ketersinggungan sekecil apapun menjadi pemantik perselisihan.
Tetapi yang dilakukan Hari ketika itulah yang menjadi pembeda.
"Mau marah, gimana ..." ujarnya ketika menceritakan kembali pengalaman buruknya itu. Ia pun tidak turun untuk memarah-marahi pengendara yang menabraknya. Tak jarang pengendara yang saling terpancing emosi, malah gagah-gagahan seolah saling berani dan saling menantang. Walhasil, jalanan pun makin macet.
Bahkan bukan hanya tidak marah-marah, ayah dua orang anak itu tidak pula meminta ganti rugi.
Tentu tak mudah menahan emosi, dongkol, dan jengkel. Apalagi jika yang dirusak ialah barang yang harganya tak bisa dibilang murah, hasil perjuangan bekerja keras mencari nafkah, kendaraan yang biasa dipakai mengantar istri dan anak-anak. Ongkos besar untuk perbaikan pun kontan terbayang di depan mata.
"Terus ya udah gue berdoa. Ya Allah, mudah-mudahan gue diberi kelapangan rizki, biar bisa benerin yang rusak," tutur Hari yang tak jarang menyediakan mobilnya untuk dipakai mengantar rekan-rekan sekantor menuju Jum'atan.
Allah Maha Mendengar ternyata bukan khayalan kitab suci belaka. Tak lama berselang, perusahaan riset yang berlokasi dekat kantornya, mengadakan survey untuk menjaring tanggapan pasar ihwal bakal calon mobil yang akan diluncurkan.
Sebagai salah satu pengendara mobil, ia berkesempatan menjadi seorang responden penguji coba. Ia melakukan semacam test-drive untuk mobil yang disurvey tersebut. Sebagai honorarium, ia memeroleh uang tak kurang Rp 500.000,00.
"Alhamdulillah, dari uang itu bisa dipakai buat benerin mobil. Malah masih lebih," kata Hari memungkas cerita.
Sikap sabar dan kebiasaan berdoa (dengan rendah hati dan keimanan), tentulah bernilai kebaikan tersendiri. Tak jarang buah manis dari kesabaran dan doa juga disegerakan oleh Allah SWT. Kehilangan sesuatu dari milik di dunia (yang hakikatnya titipan belaka), ternyata diganti lebih oleh Yang Maha Kaya. Setidaknya seperti itulah contoh yang dirasakan Hari.
A. Ghazali
Ilustrasi: Toha Kusuma (hatohato.wordpress.com)
Begitu pula yang dialami Hari (bukan nama sebenarnya), seorang desainer grafis dan pengembang software di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Kejadiannya bermula ketika ia berkendara di tengah lalu lintas Jakarta. Mobilnya ditabrak dari belakang oleh mobil lain.
Sudah sering malah mungkin lumrah di Jakarta, jika kejadian motor nyenggol gerobak, motor nyenggol mobil, motor nyenggol motor, bus nyenggol motor, atau sebaliknya, maka bisa jadi bibit adu mulut dan perkelahian. Kata-kata kotor dan sumpah serapah seolah siap di ujung lidah. Udara kota yang panas, kemacetan yang menggila, hingga kesibukan yang harus dikejar, ditambah lagi ego yang tinggi, bisa menyulap ketersinggungan sekecil apapun menjadi pemantik perselisihan.
Tetapi yang dilakukan Hari ketika itulah yang menjadi pembeda.
"Mau marah, gimana ..." ujarnya ketika menceritakan kembali pengalaman buruknya itu. Ia pun tidak turun untuk memarah-marahi pengendara yang menabraknya. Tak jarang pengendara yang saling terpancing emosi, malah gagah-gagahan seolah saling berani dan saling menantang. Walhasil, jalanan pun makin macet.
Bahkan bukan hanya tidak marah-marah, ayah dua orang anak itu tidak pula meminta ganti rugi.
Tentu tak mudah menahan emosi, dongkol, dan jengkel. Apalagi jika yang dirusak ialah barang yang harganya tak bisa dibilang murah, hasil perjuangan bekerja keras mencari nafkah, kendaraan yang biasa dipakai mengantar istri dan anak-anak. Ongkos besar untuk perbaikan pun kontan terbayang di depan mata.
"Terus ya udah gue berdoa. Ya Allah, mudah-mudahan gue diberi kelapangan rizki, biar bisa benerin yang rusak," tutur Hari yang tak jarang menyediakan mobilnya untuk dipakai mengantar rekan-rekan sekantor menuju Jum'atan.
Allah Maha Mendengar ternyata bukan khayalan kitab suci belaka. Tak lama berselang, perusahaan riset yang berlokasi dekat kantornya, mengadakan survey untuk menjaring tanggapan pasar ihwal bakal calon mobil yang akan diluncurkan.
Sebagai salah satu pengendara mobil, ia berkesempatan menjadi seorang responden penguji coba. Ia melakukan semacam test-drive untuk mobil yang disurvey tersebut. Sebagai honorarium, ia memeroleh uang tak kurang Rp 500.000,00.
"Alhamdulillah, dari uang itu bisa dipakai buat benerin mobil. Malah masih lebih," kata Hari memungkas cerita.
Sikap sabar dan kebiasaan berdoa (dengan rendah hati dan keimanan), tentulah bernilai kebaikan tersendiri. Tak jarang buah manis dari kesabaran dan doa juga disegerakan oleh Allah SWT. Kehilangan sesuatu dari milik di dunia (yang hakikatnya titipan belaka), ternyata diganti lebih oleh Yang Maha Kaya. Setidaknya seperti itulah contoh yang dirasakan Hari.
A. Ghazali
Ilustrasi: Toha Kusuma (hatohato.wordpress.com)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !