Islamedia - Maraknya pemberitaan tentang konflik perang maupun kebencanaan alam dimedia massa saat ini tentunya tidak akan lepas dari sebuah nama yang akan selalu berperan. Bukan nama presiden bukan pula nama bintang film. To the point saja ya biar tidak kelamaan, namanya adalah �relawan�.
�
Kondisi zaman hari ini menjadikan profesi pekerja sosial atau banyak orang menyebutnya sebagai �relawan� bukan menjadi pilihan utama. Bukan tanpa alasan, tetapi karena kebutuhan hidup yg semakin banyak dan mahal membuat sebagian besar masyarakat kita memilih pekerjaan yang dapat memberikan penghidupan yang jauh lebih layak dibandingkan menjadi seorang relawan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa �pendapatan� seorang relawan itu sangat minim, tidak dibayar atau bahkan harus membiayai sendiri aktivitasnya tersebut.
�
Waktu kuliah dulu saya pun tidak kepikiran untuk menjadi seorang �relawan�. Menurut saya �relawan� itu bukanlah sebuah profesi, melainkan hanyalah sebuah aktivitas kegiatan sosial dalam membantu orang yang sedang kesusahan atau terkena musibah dengan dengan didasari rasa suka rela.
Mendengar kata �relawan� saja saya langsung terbayang bahwa semua aktivitas yang akan kita lakukan nanti adalah atas dasar kerelaan bukan sebuah imbalan. Kalo istilah buku PPKN mah relawan itu adalah manusia yang menolong sesama manusia lainnya tanpa mengharapkan balasan pamrih. Jauh dari kesan memperkaya diri. Sebuah kesan yang kuat bagi masyarakat kita yang saat ini masih bermindsetkan hedonisme. Bahwa �profesi� relawan tidak akan bisa memakmurkan kehidupannya.
�
Saya sendiri tidak menafikan kesan masyarakat yang tidak memilih pekerjaannya sbg relawan. Menurut saya profesi adalah sebuah kebebasan dari pilihan hidup masing-masing manusia. Dan saya sadar yang namanya jalan hidup tentunya didasari oleh pemahaman diri dari masing-masing individu.
Saat ini saya tidak sedang bermaksud menjustifikasi masyarakat yang profesinya bukan sbg relawan. Tetapi saya ingin mengungkapkan kekaguman saya kepada orang-orang yang berprofesi sebagai �relawan�.
�
Saya sebenarnya terinspirasi dari tayangan teve berita yang ketika itu sedang memfasilitasi seorang istri relawan untuk menelpon suaminya yang sedang �bertugas� di Jalur Gaza. Si pembawa acara menanyakan mengapa ibu itu memilih suami yg profesinya sbg �relawan�, apakah tidak khawatir jika terjadi hal buruk pada suaminya? Ibu itu menjawab dengan pasti bahwa ia tidak khawatir bersuamikan seorang relawan, karena menurut beliau relawan itu adalah pekerjaan mulia.
Dan pernyataan yang membuat saya semakin kagum dan bergidik adalah ketika beliau (si istri relawa) menjawab terhadap pertanyaan pembawa acaranya si pembawa acara teve berita tersebut menayakan, �Jika terjadi hal terburuk yang menimpa suami Anda, seperti kematian. Apakah Anda sudah siap dengan hal itu ?� Dengan mantapnya si ibu itu berkata, �Ketika suami saya tertimpa musibah terburuk, maka saya siap menjadi kepala keluarga��
Sebenarnya apa yang membuat ibu ini begitu yakin dan tegar menerima �kenyataan� bahwa ia dapat menerima suaminya yang bekerja sebagai seorang �relawan�? Ternyata ibu itu menjelaskan bahwa ketegaran yang didapati untuk menghadapi semua ini didasari dari pemahaman bahwa semua kegiatan yang dilakukannya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebuah tahapan bagi seorang hamba Allah yang sudah memahami kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.
�
Jika kita melihat sudut pandang sebagai penonton, bisa saja kita bilang itu hal yang biasa karena mereka itu sudah bekerja dalam bidang sosial. Tapi menurut saya �keterbiasaan� mereka itu bukan berasal dari sesuatu yang singkat dan instan. Perlu waktu yang cukup lama untuk meyakini diri sendiri bahkan juga keluarga untuk terjun dalam dunia pengabdian seperti ini.
Bekerja dengan resiko yang besar tanpa mengharapkan pamrih sudah menjadi barang yang langka atau bahkan hampir punah sama sekali dalam masyarakat kita hari ini. Pengorbanan seperti ini bukan muncul hanya dari satu individu saja. Jika sang relawan ini sudah berkeluarga, tentunya kerelaan istri, suami, anak dan orang tua sangat diperlukan untuk mendukung pilihan hidup ini. Maka sebuah kerelaan bersama yang didasari oleh pemahaman yang samalah yang mampu mendukung pilihan hidup ini.
�
Sebenarnya sifat seperti itulah yang dimiliki oleh para pahlawan-pahlawan kita terdahulu. Sifat rela berkorban, mempertaruhkan hidupnya untuk kepentingan kalayak ramai meskipun mereka sama sekali tidak mengenali siapa yang ditolongnya. Dan hari ini semangat-semangat itu masih terus hidup dan akan terus hidup dalam jiwa-jiwa para relawan. Luruskan niat dan sucikan hati semoga segala budi baik kalian mendapat balasan yang jauh ebih baik dari Allah SWT.
�
Ijinkanlah saya untuk mengapresiasi mereka dengan sebutan, Relawan Sosok Pahlawan Hari ini�
Muhammad Imam Damara
�
Kondisi zaman hari ini menjadikan profesi pekerja sosial atau banyak orang menyebutnya sebagai �relawan� bukan menjadi pilihan utama. Bukan tanpa alasan, tetapi karena kebutuhan hidup yg semakin banyak dan mahal membuat sebagian besar masyarakat kita memilih pekerjaan yang dapat memberikan penghidupan yang jauh lebih layak dibandingkan menjadi seorang relawan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa �pendapatan� seorang relawan itu sangat minim, tidak dibayar atau bahkan harus membiayai sendiri aktivitasnya tersebut.
�
Waktu kuliah dulu saya pun tidak kepikiran untuk menjadi seorang �relawan�. Menurut saya �relawan� itu bukanlah sebuah profesi, melainkan hanyalah sebuah aktivitas kegiatan sosial dalam membantu orang yang sedang kesusahan atau terkena musibah dengan dengan didasari rasa suka rela.
Mendengar kata �relawan� saja saya langsung terbayang bahwa semua aktivitas yang akan kita lakukan nanti adalah atas dasar kerelaan bukan sebuah imbalan. Kalo istilah buku PPKN mah relawan itu adalah manusia yang menolong sesama manusia lainnya tanpa mengharapkan balasan pamrih. Jauh dari kesan memperkaya diri. Sebuah kesan yang kuat bagi masyarakat kita yang saat ini masih bermindsetkan hedonisme. Bahwa �profesi� relawan tidak akan bisa memakmurkan kehidupannya.
�
Saya sendiri tidak menafikan kesan masyarakat yang tidak memilih pekerjaannya sbg relawan. Menurut saya profesi adalah sebuah kebebasan dari pilihan hidup masing-masing manusia. Dan saya sadar yang namanya jalan hidup tentunya didasari oleh pemahaman diri dari masing-masing individu.
Saat ini saya tidak sedang bermaksud menjustifikasi masyarakat yang profesinya bukan sbg relawan. Tetapi saya ingin mengungkapkan kekaguman saya kepada orang-orang yang berprofesi sebagai �relawan�.
�
Saya sebenarnya terinspirasi dari tayangan teve berita yang ketika itu sedang memfasilitasi seorang istri relawan untuk menelpon suaminya yang sedang �bertugas� di Jalur Gaza. Si pembawa acara menanyakan mengapa ibu itu memilih suami yg profesinya sbg �relawan�, apakah tidak khawatir jika terjadi hal buruk pada suaminya? Ibu itu menjawab dengan pasti bahwa ia tidak khawatir bersuamikan seorang relawan, karena menurut beliau relawan itu adalah pekerjaan mulia.
Dan pernyataan yang membuat saya semakin kagum dan bergidik adalah ketika beliau (si istri relawa) menjawab terhadap pertanyaan pembawa acaranya si pembawa acara teve berita tersebut menayakan, �Jika terjadi hal terburuk yang menimpa suami Anda, seperti kematian. Apakah Anda sudah siap dengan hal itu ?� Dengan mantapnya si ibu itu berkata, �Ketika suami saya tertimpa musibah terburuk, maka saya siap menjadi kepala keluarga��
Sebenarnya apa yang membuat ibu ini begitu yakin dan tegar menerima �kenyataan� bahwa ia dapat menerima suaminya yang bekerja sebagai seorang �relawan�? Ternyata ibu itu menjelaskan bahwa ketegaran yang didapati untuk menghadapi semua ini didasari dari pemahaman bahwa semua kegiatan yang dilakukannya adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sebuah tahapan bagi seorang hamba Allah yang sudah memahami kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.
�
Jika kita melihat sudut pandang sebagai penonton, bisa saja kita bilang itu hal yang biasa karena mereka itu sudah bekerja dalam bidang sosial. Tapi menurut saya �keterbiasaan� mereka itu bukan berasal dari sesuatu yang singkat dan instan. Perlu waktu yang cukup lama untuk meyakini diri sendiri bahkan juga keluarga untuk terjun dalam dunia pengabdian seperti ini.
Bekerja dengan resiko yang besar tanpa mengharapkan pamrih sudah menjadi barang yang langka atau bahkan hampir punah sama sekali dalam masyarakat kita hari ini. Pengorbanan seperti ini bukan muncul hanya dari satu individu saja. Jika sang relawan ini sudah berkeluarga, tentunya kerelaan istri, suami, anak dan orang tua sangat diperlukan untuk mendukung pilihan hidup ini. Maka sebuah kerelaan bersama yang didasari oleh pemahaman yang samalah yang mampu mendukung pilihan hidup ini.
�
Sebenarnya sifat seperti itulah yang dimiliki oleh para pahlawan-pahlawan kita terdahulu. Sifat rela berkorban, mempertaruhkan hidupnya untuk kepentingan kalayak ramai meskipun mereka sama sekali tidak mengenali siapa yang ditolongnya. Dan hari ini semangat-semangat itu masih terus hidup dan akan terus hidup dalam jiwa-jiwa para relawan. Luruskan niat dan sucikan hati semoga segala budi baik kalian mendapat balasan yang jauh ebih baik dari Allah SWT.
�
Ijinkanlah saya untuk mengapresiasi mereka dengan sebutan, Relawan Sosok Pahlawan Hari ini�
Muhammad Imam Damara
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !