Headlines News :
Home » , , , , , » Perintis Kemerdekaan dari Majalengka

Perintis Kemerdekaan dari Majalengka

Written By Unknown on Rabu, 17 April 2013 | 01.08

KH. Abdul Halim
(Ulama yang berjuang menentang penjajah. Melayani umat melalui pendidikan agama plus wirausaha)

Pesawat pemburu Belanda berkali-kali melepaskan tembakan dari angkasa Karesidenan Cirebon. Mereka beraksi lantaran tidak puas atas Perjanjian Renville. Agresi militer II tersebut lantas dibalas Kiai Haji Abdul Halim, seorang ulama dan pemimpin umat di Majalengka, dengan bergerilya bersama rakyat yang berbasis di sekitar kaki Gunung Ciremai, Jawa Barat. “Semasa perjuangan itu Abdul Halim langsung memimpin pasukan”, kata Miftahul Falah, dosen Ilmu Sejarah. Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung-Jawa Barat. Bahkan karena besar perannya ketika itu dia dianggap sebagai bupati masyarakat Majalengka Miftahul menambahkan.

Sebagai bupati masyarakat, Abdul menjadi penghubung antara bupati resmi yaitu Mr. Makmun dengan masyarakat Majalengka. “Seandainya tidak ada Abdul Halim, maka langkah-langkah strategis bupati menghadapi Belanda tidak akan sampai ke rakyat”, kata Miftahul, yang pernah menulis buku Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim (Masyarakat Seja-
rawan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008).

Akibat perlawanan pria kelahiran Majalengka, 26 Juni 1887 ini, militer Belanda membombardir tempat tinggalnya di Pasirayu, Kecamatan Sukahaji, Majalengka. Belanda mengetahui, putera Kiai Haji Muhammad Iskandar dan Hj. Siti Mutmainah ini menyiapkan kader-kader bangsa sebagai pusat pertahanan rakyat dan republik di wilayah Majalengka.

Setelah pengeboman itu, Abdul, anak dan menantunya ditangkap Belanda. Tetapi penangkapan itu tidak membuat dia bekerja sama dengan Belanda. “Ia tetap berjuang demi tegaknya proklamasi kemerdekaan”, kata Miftahul.

Menurut Miftahul, pemilik nama kecil Otong Syatori ini juga dikenang sebagai penentang keras pendirian Negara Pasundan oleh R. A. A. Muhammad Musa Suria Kartalegawa, yang diduga merupakan boneka Belanda, pada 1948. Abdul terus menggerakkan massa untuk menuntut pembubaran Negara Pasundan itu. Gerakan itu akhirnya melebar hingga seluruh warga Jawa Barat menuntut hal yang sama. “Hingga akhirnya perdana menteri Negara Pasundan itu menyerahkan mandatnya itu kepada pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat) dan melebur kembali dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)”, ujar Mifathul.

Ketika di pengujung kekuasaan Jepang, Abdul diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokurotzu Zyunbi Tyoosakai), untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia pada 1945. Sepuluh tahun kemudian, Abdul terpilih menjadi anggota Dewan Konstituante. “Dia wakil dari Masyumi. Pada 1959 beliau keluar dari anggota Konstituante karena kesehatannya menurun akibat diabetes akut”, kata Miftahul.

Kendati banyak terlibat sebagai perintis kemerdekaan, lanjut Miftahul, Abdul juga berperan
besar dalam dunia pendidikan. Terdapat dua peninggalan Abdul yang masih bertahan hingga hari ini: pesantren Santi Asromo dan organisasi Persatuan Umat Islam (PUI) yang bergerak di bidang sosial budaya. Santri Asromo merupakan pendidikan pesantren yang membekali siswa dengan keterampilan. “Belajar di Santi Asromo ada pandai besi, menyuling minyak kayu putih, bertani kopi dan lada serta beternak ayam, kambing dan ikan”, ujar Dadah Cholidah, cucu Abdul Halim.

Sang kakek, menurut Dadah, memberi pesan agar anak cucunya menjaga Santi Asromo itu. “Karena ketika beliau mendirikan Santi Asromo penuh perjuangan dan ujian," ujar Dadah. Hingga kini bangunan Santi Asromo telah berkembang dan berdiri kokoh di atas tanah se luas 12 hektare dengan fasilitas pondok pesantren, Madrasah Ibtidaiyah PUI, SMP Prakarya
dan SMA Prakarya.

Sekretaris Jenderal Persatuan Umat Islam (PUI) Ahmadie Thaha menilai, model pendidi kan Santri Asromo yang mengajarkan santri entrepreneurship melampaui zamannya. “Waktu itu ada mesin jahit dan percetakan. Jadi bisa dibayangkan zaman itu saja sudah modern”, ujar Ahmadie.

Abdul dianggap berjasa telah mempersatukan dua organisasi massa besar Islam pada 1952. Dia, sebagai Ketua Umum Perikatan Umat Islam, bersama Kiai Haji Ahmad Sanusi, Ketua Umum Persatuan Umat Islam Indonesia (PUUI), bersepakat untuk melakukan fusi kedua organisasi Islam tersebut menjadi Persatuan Umat Islam (PUI). Isu persatuan kala itu mengemuka karena umat Islam sedang diambang ancaman perpecahan akibat perbedaan orientasi politik. “Kendati begitu Abdul

Halim tidak membatasi diri untuk berpolitik," kata Ahmadie. Penyatuan itu merupakan dampak dari persahabatan panjang kedua ulama asal Jawa Barat tersebut, sejak mereka belajar bersama-sama di Mekah. “Pendidikan di Mekah itu memberikan pengaruh bagi pembangunan nasionalisme mereka”, kata Miftahul.

Tak hanya dikenal sebagai tokoh organisasi masyarakat, Abdul juga seorang penulis yang produktif. “Abdul Halim bukan sekadar menulis masalah agama, fikih, akidah, tapi beliau juga menulis mengenai ekonomi Islam”, ujar Miftahul.

Umumnya, karya Abdul diterbitkan dalam bentuk brosur dan buku kecil. Termasuk dimuat dalam beberapa majalah, seperti Suara Persyarikatan Ulama, As-Syuro, al-Kasyaaf dan Pengetahuan Islam, Suara Muslimin Indonesia dan Suara MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia).

Ulama besar tanah Pasundan ini menghadap ilahi, pada 17 Mei 1962, dalam usia 74 tahun. “Beliau meninggal harta bendanya diwakafkan untuk madrasah dan institusi pendidikan. Bahkan rumah pribadinya diberikan untuk PUI”, ujar Dadah.



Tentang Abdul Halim

Pendidikan:
-       Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka, di bawah bimbingan KH. Anwar.
-       Pesantren Lontangjaya, Desa Penjalin, Kecamatan Leuwimunding, Majalengka, di bawah bimbingan KH. Abdullah.
-       Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon, di bawah asuhan KH. Sijak
-       Pesantren Ciwedas, Cilimus, Kuningan di bawah asuhan K.H. Ahmad Sobari
-       Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah di bawah asuhan KH. Agus Berangkat ke Mekkah pada 1908 dan berguru kepada empat orang ulama: yaitu Syekh Ahmad Khatib, Syekh Ahmad Khayyat, Emir Syakib Arstan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.

Organisasi dan Jabatan
-       Majelis Ilmu (1911)
-       Hayatul Qulub (1912)
-       Jam'iyah I'anah al Muta'alimin (1916)
-       Anggota pengurus Majlis Islam Ma Indonesia (1937)
-       Santi Asromo (April 1942)
-       Perikatan Umat Islam (1942)
-       Persatuan Umat Islam (1952)
-       Pengurus Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia)
-      Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokurotzu Zyunbi Tyoosakai) pada 1945
-       Anggota Komite Nasional indonesia Daerah (KNID) Karisidenan Cirebon
-       Anggota Konstituante pada 1955

Keahlian
-       Menguasai bahasa Arab, Belanda dan Cina

Penghargaan
-       Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Republik Indonesia sebagai salah satu pendiri Republik.
-       Gelar pahlawan nasional pada 2 November 2008 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 041/TK/2008.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Translate

English French German Spain Russian Korean Arabic Chinese Simplified
 
Support : Tim Media Pemuda PUI
Copyright © 2014. PEMUDA PUI - All Rights Reserved